Sabtu, 26 Mei 2012

UU RI No. 17 Tahun 2008 Pelayaran



Yang aku posting ini adalah materi kuliah ku semester 2 tentang UU RI No. 17 Tahun 2008 tentang PELAYARAN. Berikut materinya :

  1. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.
  2. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. 
  3. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal. 
  4. Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya. 
  5. Hipotek Kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. 
  6. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. 
  7. Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. 
  8. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 
  9. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. 
  10. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. 
  11. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material marine, pengawasan pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. 
  12. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 
  13. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
Pasal 4
Undang-Undang ini berlaku untuk:
a. semua kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim di perairan Indonesia;
b. semua kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia; dan
c. semua kapal berbendera Indonesia yang berada di luar perairan Indonesia.

BAB V
ANGKUTAN DI PERAIRAN
Bagian Kesatu
Jenis Angkutan di Perairan
Pasal 6
Jenis angkutan di perairan terdiri atas:
a. angkutan laut;
b. angkutan sungai dan danau; dan
c. angkutan penyeberangan.


Bagian Kedua
Angkutan Laut
Paragraf 1
Jenis Angkutan Laut
Pasal 7
Angkutan laut terdiri atas:
a. angkutan laut dalam negeri; → Pasal 8
b. angkutan laut luar negeri; → Pasal 11
c. angkutan laut khusus; dan → Pasal 13
d. angkutan laut pelayaran-rakyat. → Pasal 15



BAB IX
KELAIKLAUTAN KAPAL
Bagian Kesatu
Keselamatan Kapal
Pasal 124
(1) Setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
(2) Persyaratan keselamatan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. material;
b. konstruksi;
c. bangunan;
d. permesinan dan perlistrikan;
e. stabilitas;
f. tata susunan serta perlengkapan termasuk
perlengkapan alat penolong dan radio; dan
g. elektronika kapal.


Pasal 127
(1) Sertifikat kapal tidak berlaku apabila:
a. masa berlaku sudah berakhir;
b. tidak melaksanakan pengukuhan sertifikat (endorsement);
c. kapal rusak dan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal;
d. kapal berubah nama;
e. kapal berganti bendera;
f. kapal tidak sesuai lagi dengan data teknis dalam sertifikat keselamatan kapal;
g. kapal mengalami perombakan yang mengakibatkan perubahan konstruksi kapal, perubahan ukuran utama kapal, perubahan fungsi atau jenis kapal;
h. kapal tenggelam atau hilang; atau
i. kapal ditutuh (scrapping).

(2) Sertifikat kapal dibatalkan apabila:
a. keterangan dalam dokumen kapal yang digunakan untuk penerbitan sertifikat ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya;
b. kapal sudah tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; atau
c. sertifikat diperoleh secara tidak sah.


Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Pasal 134
(1) Setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian pencemaran.
(2) Pencegahan dan pengendalian pencemaran ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian.

(3) Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan pencemaran dari kapal diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 137
(1) Nakhoda untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih memiliki wewenang penegakan hukum serta bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan ketertiban kapal, pelayar, dan barang muatan.
(2) Nakhoda untuk kapal motor ukuran kurang dari GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) dan untuk kapal
tradisional ukuran kurang dari GT 105 (seratus lima Gross Tonnage) dengan konstruksi sederhana yang berlayar di perairan terbatas bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan dan ketertiban kapal, pelayar,
dan barang muatan.
(3) Nakhoda tidak bertanggung jawab terhadap keabsahan atau kebenaran materiil dokumen muatan kapal.


Pasal 138
(1) Nakhoda wajib berada di kapal selama berlayar.
(2) Sebelum kapal berlayar, Nakhoda wajib memastikan bahwa kapalnya telah memenuhi persyaratan kelaiklautan dan melaporkan hal tersebut kepada Syahbandar.
(3) Nakhoda berhak menolak untuk melayarkan kapalnya apabila mengetahui kapal tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pemilik atau operator kapal wajib memberikan keleluasaan kepada Nakhoda untuk melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan peraturan perundangundangan.


Pasal 140
(1) Dalam hal Nakhoda untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih yang bertugas di kapal sedang berlayar untuk sementara atau untuk seterusnya tidak mampu melaksanakan tugas, mualim I menggantikannya dan pada pelabuhan berikut yang disinggahinya diadakan penggantian Nakhoda.
(2) Apabila mualim I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu menggantikan Nakhoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mualim lainnya yang tertinggi dalam jabatan sesuai dengan sijil menggantikan dan pada pelabuhan berikut yang disinggahinya diadakan penggantian Nakhoda.
(3) Dalam hal penggantian Nakhoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disebabkan halangan sementara, penggantian tidak mengalihkan kewenangan dan tanggung jawab Nakhoda kepada pengganti sementara.
(4) Apabila seluruh mualim dalam kapal berhalangan menggantikan Nakhoda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pengganti Nakhoda ditunjuk oleh dewan kapal.
(5) Dalam hal penggantian Nakhoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan halangan tetap, Nakhoda pengganti sementara mempunyai kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 137 ayat (1) dan ayat (3).


Pasal 143
(1) Nakhoda berwenang memberikan tindakan disiplin atas pelanggaran yang dilakukan setiap Anak Buah Kapal yang:
a. meninggalkan kapal tanpa izin Nakhoda;
b. tidak kembali ke kapal pada waktunya;
c. tidak melaksanakan tugas dengan baik;
d. menolak perintah penugasan;
e. berperilaku tidak tertib; dan/atau
f. berperilaku tidak layak.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 144
(1) Selama perjalanan kapal, Nakhoda dapat mengambil tindakan terhadap setiap orang yang secara tidak sah berada di atas kapal.
(2) Nakhoda mengambil tindakan apabila orang dan/atau yang ada di dalam kapal akan membahayakan
keselamatan kapal dan Awak Kapal.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 145
Setiap orang dilarang mempekerjakan seseorang di kapal dalam jabatan apa pun tanpa disijil dan tanpa memiliki kompetensi dan keterampilan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan.


Bagian Keempat
Garis Muat Kapal dan Pemuatan
Pasal 147
(1) Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan persyaratan.
(2) Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat.
(3) Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.

Pasal 148
(1) Setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dilengkapi dengan informasi stabilitas untuk memungkinkan Nakhoda menentukan semua keadaan pemuatan yang layak pada setiap kondisi kapal.
(2) Tata cara penanganan, penempatan, dan pemadatan muatan barang serta pengaturan balas harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.

Pasal 149
(1) Setiap peti kemas yang akan dipergunakan sebagai bagian dari alat angkut wajib memenuhi persyaratan
kelaikan peti kemas.
(2) Tata cara penanganan, penempatan, dan pemadatan peti kemas serta pengaturan balas harus memenuhi
persyaratan keselamatan kapal.

Pasal 150
Ketentuan lebih lanjut mengenai garis muat dan pemuatan diatur dengan Peraturan Menteri.


  • Pengukuran kapal dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode, yaitu :
  1. Pengukuran dalam negeri adalah metode pengukuran yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia yang diterapkan pada kapal-kapal Indonesia yang tidak tunduk pada konvensi ketentuan pengukuran kapal.
  2. Pengukuran internasional adalahh metode pengukuran yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia berdasarkan konvemsi Internasional tentang pengukuran kapal.
  3. Pengukuran khusus dipergunakan untuk pengukuran dan penentuan ton kapal yang akan melewati terusan tertentu antara lain metode terusan swess dan metode pengukuran terusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar